#jack, medan –
Komisi D DPRD Sumatera Utara (Sumut), melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama PTPN 1, terkait maraknya perusahaan yang melakukan pertambangan galian C tanpa izin (ilegal) di lahan milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut.
“Kami ingin mengetahui ada perusahaan galian C yang tidak memiliki izin, namun diberikan keleluasaan pihak PTPN untuk beroperasi,” ujar Anggota Komisi D, Benny Sihotang saat setelah membuka rapat di Gedung DPRD Sumut, Kamis (3/7/2025).
Politisi Partai Gerindra tersebut mengatakan, seharusnya, lahan di milik PTPN di kawasan Batang Kuis, tepatnya di depan Stadion Sumut Sport Centre itu dilakukan penanaman sawit, tebu, sesuai aturan yang berlaku.
“Apalah sudah ada dilaporkan terkait persoalan tersebut?, atau kalian sudah mengetahui tapi tidak ditindaklanjuti, coba tolong dijelaskan,” ucap Benny.
Menanggapi persoalan tersebut, Kepala Bagian Manajemen Aset, Topan Sidabalok, mengaku sudah memohon perlindungan dari pihak kepolisian, namun belum ada tindaklanjut.
“Kami sudah memohon dan menyampaikan perlindungan kepada pihak kepolisian. Namun hingga saat ini belum ada respon untuk memberantas para oknum mafia galian C,” ujar Topan.
Menanggapi jawaban dari pihak PTPN, Benny mengaku kesal dan mencecar keterangan dari Topan, selaku Kepala Manajemen Aset dengan jawaban tersebut.
“Sampai kiamatpun kalian memohon perlindungan, tidak ditindaklanjuti itu. Tapi kalau kalian buat laporan pasti akan ditindak, bukan malah mengajukan sebuah permohonan,” katanya sembari kesal.
Senada, Anggota Komisi D lainnya, Viktor Silaen mengatakan, jika membutuhkan bantuan legislatif, pihaknya akan mengawal proses penuntasan para perusahaan ilegal yang melakukan pertambangan di lahan PTPN.
“Kami bisa mendesak dan menyurati aparat kepolisian, apabila PTPN sudah menyampaikan ada tambang ilegal di lahan PTPN dan tidak ditindaklanjuti. Harusnya bisa sesuai satu pintu, dan yang punya izin tidak lebih dari 5%, jadi sisanya ilegal,” ujar Politisi Golkar tersebut.
Lebih lanjut, Topan mewakili PTPN dengan tegas menuturkan, jika sebagian para perusahaan menjalin Kerja Sama Operasi (KSO) di lahan milik PTPN 1 eks PTPN 2.
“Kenapa kami bekerjasama dengan para mitra, karena kami ada perubahan tata ruang, jadi kalau kami menanam di lahan itu tidak bisa, maka pimpinan terlebih dahululah yang menjalin kerjasama,” tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Komisi D, Defri Noval mempertanyakan, apakah bisa dianulir izin dari menteri jika ada pembangunan pada lahan yang dimiliki PTPN 1 tersebut.
“Ini patut kita pertanyanyakan. Apakah ada lingkungan para mafia tanah di situ. Jangan kita tabrak aturan undang-undang untuk kepentingan para pemodal, sementara UU agraria nomor 5 1960 sudah jelas berisi tentang perkebunan, perikanan, pertanian, bukan pertambangan,” ucap Politisi Nasdem tersebut.
Defri mengatalan, peraturan pemerintah nomor 18 tahun 2021, HGU seharusnya bisa dicabut jika pemegang hak melanggar ketentuan, termasuk menyerahkan lahan kepada pihak lain, termasuk membangun properti.
Lebih lanjut, Ketua Komisi D, Timbul Jaya Sibarani turut menanggapi lalainya PTPN 1 dalam mengelola lahan milik negara kepada para mafia tanah.
“Terkait masalah adanya pertambangan ini di dalam perkebunan, oleh karenanya kita sepakat untuk seluruhnya ditertibkan, tapi jangan ada alasan sebagai menghambat jalan yang digunakan masyarakat,” kata Politisi Golkar tersebut. ***