#sakina, Medan.
Proyek Multiyears Contract (MYC) Pembangunan Jalan dan Jembatan Program Strategis Provinsi sebesar 2, 7 triliun rupiah yang sedang memasuki proses lelang di LPSE Sumut, sampai berita ini terbit diketahui secara terus menerus menuai polemik dan kritik dari berbagai pihak.
Wakil Ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia Sumatera Utara (PSI Sumut), Muhri Fauzi Hafiz, kepada wartawan di Medan, 2/2/2022, mengatakan bahwa pemerintah provinsi Sumatera Utara melalui Kepala Dinas Bina Marga Bina Konstruksi (BMBK Sumut), seharusnya mendengar apa yang sedang terjadi di tengah-tengah masyarakat saat ini, perihal pro-kontra tentang proyek MYC Rp 2,7 triliun tersebut.
“Pemerintah provinsi dengan dinas BMBK Sumut jangan diam, merasa seakan-akan sudah benar dan melanjutkan proses lelang proyek Rp 2, 7 triliun itu. Sebab, kita mengetahui ada mekanisme awal pengusulan proyek ini yang tidak tertib tahapan, tidak tertib administrasi, selayaknya sebuah proyek pemerintah daerah. Maka itu, Saya menduga selain tidak memenuhi syarat hukum yang diatur pada Permendagri 77 tahun 2020, proyek MYC dinas BMBK Sumut ini juga akan membebani APBD Sumut pada tahun 2023 mendatang, pada permasalahan menjadi beban APBD ini, kita khawatir akan merugikan kepentingan masyarakat Sumatera Utara,” ujar Muhri Fauzi Hafiz kepada wartawan.
Dalam kesempatan memberikan keterangannya, Muhri Fauzi Hafiz, juga menjelaskan bahwa bukan tidak boleh ada proyek pemerintah daerah dengan sistem MYC tersebut, tetapi sebelum itu dilakukan, perlu ada tahapan pembahasan yang hal itu sudah diatur secara baku pada peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku.
“Sumber dana program MYC Rp 2,7 triliun ini adalah APBD, yaitu APBD tahun 2022, APBD tahun 2023 dan APBD tahun 2024. Maka, ada peraturan menteri dalam negeri (PMDN) tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan daerah tahun 2020 (PMDN 77/2020), yang mengamanatkan bahwa setiap belanja tahun jamak pada pemerintah daerah dengan sumber dana dari APBD, ditetapkan terlebih dahulu melalui peraturan daerah (Perda), baru setelah itu masuk dalam KUA/PPAS dan APBD tahun pertama dimulainya Belanja Tahun Jamak ini. Apakah mekanisme ini sudah dipenuhi oleh pemerintah provinsi melalui kepala dinas BMBK Sumut, Bambang Pardede? Jika sudah dipenuhi, maka, tidak menjadi soal, mari sama-sama kita kawal prosesnya. Sebaliknya, jika belum dipenuhi mekanisme tersebut, pertanyaannya akan berlanjut mengapa tidak dipenuhi, kok proyek yang nilainya besar, pakai APBD tidak ditetapkan dalam satu Perda, bahkan dalam pidato pengantar Gubernur Edy Rahmayadi tahun lalu, sama sekali tidak disebutkan sehingga masyarakat umum banyak yang tidak mengetahuinya,” ujar Wakil Ketua DPW PSI Sumut dengan tegas kepada Wartawan.
Perihal menjadi beban APBD Sumut pada tahun 2023, Muhri Fauzi Hafiz, menambahkan penjelasannya. Pertama, tahun 2023 adalah tahun berakhirnya masa jabatan Gubernur Edy Rahmayadi dan ada rentang waktu yang diperkirakan tidak bisa penuh membahas tentang Rencana APBD 2023 nanti bersama dengan DPRD Sumut. Kedua, kita mengetahui bahwa tahun 2023 itu sudah masuk tahapan Pemilu dan Pilkada serentak 2024, dimana kebiasaan umum yang terjadi, pemerintah daerah akan memberikan hibah kepada penyelenggara (KPU/Bawaslu) terkait agenda Pemilu dan Pilkada. Jumlahnya cukup besar juga untuk Sumut. Ketiga, tahun 2024 Sumut akan menjadi tuan rumah PON. Apakah agenda PON ini tidak akan memakai uang APBD? Tidak mungkin. Pasti ada uang APBD yang akan kita gunakan, pastinya APBD tahun 2023. Keempat, tahun 2023, PSI Sumut meyakini, kemampuan keuangan daerah dari sumber pendapatan asli daerah (PAD) belum maksimal, akibat pandemi yang terjadi, akhirnya memang kalau dipakai Rp 1,5 Triliun untuk lanjutan proyek MYC pada tahun 2023 ini, pastilah menjadi beban APBD yang akan berdampak pada kepentingan masyarakat Sumatera Utara lainnya.
“Maka dalam hal ini mewakili PSI Sumut, kami minta tolong diperhatikan apa yang kami sampaikan soal mekanisme dan pengusulan proyek ini, jika salah diawal mengapa kita akui benar? Kalau soal sudah berkonsultasi kepada pihak terkait dari APH maupun BPKP, kita sepakat untuk mengawalnya, tetapi apakah konsultasi itu juga termasuk didalamnya persetujuan mereka atas mekanisme penganggaran yang terjadi? Coba dijawab juga pertanyaan ini, oleh kepala dinas BMBK Sumut. Apalagi soal dampak lainnya yang belum dibahas lebih detail lagi. Yah, memang berat proyek triliunan kalau pakai APBD, gak bisa sembarangan prosesnya,” ujar Muhri Fauzi Hafiz. (*)